HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK DENGAN ILMU LAIN
1. SL dengan Sosiologi
Sosiologi
mempelajari antara lain struktur sosial,
organisasi kemasyarakatan, hubungan antar anggota masyarakat, tingkah laku
masyarakat. Secara kongkret, sosiologi mempelajari kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti keluarga ,clan(subsuku), suku, bangsa. Di dalam masyarakat ada
semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan lapisan rakyat jelata, atau
kasta-kasta yang berjenjang, juga dipelajari sosiologi. Tentu saja untuk mempelajari
hal-hal semacam itu kita harus mempunyai data yang memadai ,yang banyak
melibatkan banyak orang atau anggota masyarakat .Kita tidak dapat mengatakan
susuan keluarga orang jawa adalah begini atau begitu, jika kita hanya
mendasarkan kepada satu keluarga jawa saja. Begitu pula, kita tidak dapat
mengidentifikasikan ciri-ciri pimpinan jawa jika tidak melibatkan sang pemimpin
dngan anggota yang dipimpin. Jadi, sosiologi paling tidak berhadapan dengan dua
individu dalam masyarakat. SL yang mempelajari bahasa dalam hubungan dengan
masyarakat, memiliki persamaan dengan sosiologi ,dalam arti SL memerlukan data
atau subyek lebih dari satu orang individu. Dalam kajian ,keduanya
menggunakan metode kuantitatif .SL juga menggunakan metode sampling (randon
atau acak), karena
kadang-kadang tidak mungkin seluruh anggota masyarakat dilibatkan atau
dijadikan subjek atau informan.Dalamkaitan kedua metode itu tidak mustahil SL
juga menggunakan statistik,seperti halnya sosiologi. Dalam mengumpulkan data, baik sosiologi maupun
SL menggunakan metode wawancara ,rekaman,mengumpulkan dokumen dan sebagainya.
Sedangkan dalam pengolahan data menggunakan metode deskriptif. Namun kita lihat juga
perbedaan antara kedua studi tersebut . Sampai tahap tertentu sosiologi memang
menyentuh bahasa, misalnya kalau dia berbicara tentang hubungan antara anggota
masyarakat yang satu dengan anggota yang lain, atau mengidentifikasikan
ciri-ciri sebuah kelompok masyarakat yang merupakan suku atau bangsa .Tetapi,
tentu saja sosiologi tidak sampai berbicara tentang bahasa itu sampai pada hal
yang sekecil-kecilnya ,misalnya tentang struktur kalimat.Sosiologi juga tidak
akan berbicara tentang ragam atau variasi bahasa yang dipakai oleh seorang
pemimpin ,misalnya, ketika dia berbicara dengan istri dirumah, dengan tukang
sapu di kantor, dengan anggota kelompoknya didalam rapat. Sebaliknya, justru
ragam bahasa itu yang menjadikan salah satu obyek SL. Jadi, obyek utama
sosiologi bukan bahasa ,melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan
masyarakat dan tingka laku .Dan obyek utama SL adalah variasi bahasa bukan
masyarakat (Sumarsono,
2002).
2. SL dengan Linguistik
Umum
Linguistik umum
(General Linguistic) sering kali
disebut Linguistik saja, mencakup fonologi, morfologi dan sintaksis. Linguistik
disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang struktur bunyi,
struktur morfologi dan struktur kalimat, dan akhir ini juga struktur wacana. Linguistik yang
demikian itu menitikberatkan pembicaraan pada bunyi-bunyi bahasa ,karena atas
dasar anggapan ,bahasa itu berupa bunyi yang berstruktur dan bersistem. Semua
bahasa seperti itu, meski tidak ada dua bahasa yang memiliki struktur yang
persis sama .Jadi,linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa
.Artinya, bahasa dianggap sebagai satu sistem yang tunggal, linguistik melihat
bahasa sebagai suatu sestem tertutup ,suatu sistem yang berdiri sendiri
terlepas dari kaitanya dengan struktur masyarakat. Bahasa dianggap sebagai
sistem yang komponen-komponenya bersifat homogen. Dalam penelitian, seorang
linguis memakai satu atau dua orang subyek sebagai informan. Tutur informan itu
kemudian di analisis, dan
dari satu dua orang itu si linguis kemudian menyusun tata bahasa atau
memberikan struktur bahasa yang diteliti. Tentu saja infoman itu terpilih dari
orang-orang yang bertutur dalam satu ragam tertentu, yaitu ragam baku ( Sumarsono, 2002).
Fokus pemerian
linguistik itu struktur atau bunyi
bahasa sebagai sitem, wajar kalau data yang dipakai adalah data tutur verbal,
dan satuan terbesar yang digarap umumnya
hanya pada tataran kalimat. Sebaliknya, seorang sosiolinguis, yang
fokusnya fungsi bahasa, data yang dicari dan dianalisis adalah data verbal plus
nonverbal. SL memperhatikan fonologi, morfologi, dan sintaksis, tetapi satuan
terbesar yang menjadi obyeknya adalah wacana, setidaknya sosiolinguis memulai
dari wacana,baru turun ke tataran yang lebih kecil. Karena masalah SL itu
fungsi bahasa, pendekatanya tidak cukup eka/tunggal disiplin (seperti
linguistik) melainkan harus anekadisiplin (multidisipliner), meliputi
sosiologi, antropologi, psikologi sosial. Uraian cukup lengkap tentang
perbedaan SL dan linguistik dapat dibaca (Sumarsono, 2002).
3. SL dengan Dialektologi
Dialektologi
adalah kajian tentang variasi bahasa. Dia mempelajari berbagai dialek dalam
suatu bahasa yang tersebar di berbagai wilayah. Tujuannya untuk mencari
hubungan kekeluargaan di antara dialek-dialek itu, juga menetukan sejarah
perubahan bunyi atau bentuk kata , berikut maknanya dari masa ke masa dan dari
suatu tempat ke tempat lain . Titik berat kajian terletak pada kata (Sumarsono, 2002).
Metode yang dipakai dialektologi adalah metode komparatif
dan metode historis-diakronis. Artinya ,dia membanding-bandingkan dan di dalam
membandingkan itu dialektologi menunjukkan sejarah dari bentuk sebuah kata,
karena itu dia menjangkau lebih dari satu masa ,yaitu masa kini dan
lampau.Disamping itu jelas pula bagi penglihatan kita ,dialektologi meneliti kata-kata pada dialek regional yaitu
dialek yang didasarkan atas batas-batas wilayah alam (Sumarsono, 2002).
SL menggunakan juga metode komparatif,tetapi biasanya bukan
historis diakronis.Yang dibandingkan juga bukan hanya kata-kata.SL
kadang-kadang meneliti persoalan seperti “kapan si A menggunakan kata X ,dan
kapan Z?” tetapi perbandingan itu masih
dalam batas waktu dimana si A itu hidup .Dengan kata lain SL menggunakan metode
deskriptif-sinkronis, yaitu melihat obyek sebagiamana adanya pada suatu saat
tertentu. Kajian SL yang bersifat kesejarahan
tampak pada kajian tentang pergeseran atau kepunahan bahasa. Perbedaan lain yang cukup mendasar
adalah SL lebih banyak meniik beratkan kajiannya atas variasi bahasa bukan atas
dasar batas-batas regional atau batas-batas alam,melainkan pada batas- batas
kemasyarakatan seperti perbedaan usia,jenis kelamin,status sosial, lapisan sosial,dan sebagainya. Tentu
saja masih da kemungkinan, SL berhadapan dengan dialek regional
(Sumarsono, 2002).
4. SL dengan Retorika
Retorika
dimaksudkan sebagai kajian tentang tutur terpilih (selected speech). Salah satu cabangnya adalah kajian tentang gaya
bahasa (style). Seseorang yang akan
bertutur mempunyai kesempatan untuk menggunakan berbagai variasi,dan untuk itu
bahasa menyediakan bahan-bahannya.Seseorang yang menyuruh orang lain didepannya
untuk pergi dapat menggunakan berbagai caa atau ungkapan. Dia bisa menggunakan
sebuah kata saja “pergi” dengan suara keras. Bisa pula menggunakan kalimat
perintah yang lebih halus “silahkan anda pergi” ,tetapi bisa pula menggunakan
kalimat tanya “Apa lagi yang anda tunggu disini?”. Untuk memilih bentuk
atau kalimat yang di ucapkan, dia bisa mempertimbangkan yang paling efektif
untuk situasi dan kondisi pada waktu itu. Bagaimana si penutur menggunakan
suatu bentuk ujaran,situasi dan kondisi
yang mendukung pemilihan bentuk itu, dan kekuatan yang terkandung dalam
ucapan,sehingga orang yang disuruh pergi
misalnya, betul-betul mau pergi,merupakan persoalan retorika ( Sumarsono, 2002).
Retorika mempunyai
kesejajaran dengan SL, yaitu variasi bahasa sebagai obyek studi keduanya
.Tetapi tidak seperti retorika, SL tidak hanya memperhatikan bentuk-bentuk
bahasa yang terpilih saja .Slmempelajari semua variasi yang ada ,kemudian
dikaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu. Retorika
cenderung ke arah kajian tutur individu,seperti munculnya kajian tentang “gaya
bahasa” si A atau si B.Ini tentu tidak menjadi objek SL ( Sumarsono, 2002).
5. SL dengan Psikologi
Sosial
Psikologi sosial
merupakan paduan antara kajian sosiologi dengan psikologi,tetapi merupakan
bagian dari kajian psikologi.Psikologi mengurusi masalah proses mentalindividu,
seperti inteligensi ,minat,sikap,kepribadian, dan semacamnya.Manakala masalah
semacam itu menyangkut sekelompok manusia ,analisinya ditangani oleh psikologi
sosial .Dan karena SL itu berkaitan dengan bahasa masyarakat ,hubungan antara
SL dengan psikologi sosial tentu ada (Sumarsono, 2002).
Sosiologi dapat mendekati suatu masalah SL seperti pilihan
bahasa (language choice) ,yaitu
bahasa atau ragam bahasa yang dipilih oleh seseorang penutur ketika ia
melakukan interaksi verbal dengan cara mengamati (mensurvai) terlebih dahulu
sempel yang akan diteliti dalam kaitanya dengan struktur sosial, dan melakukan
analisis statistik terhadap hasil survai itu. Jika kita memakai metode atau
pendekatan psikologi sosial,perhatian kita lebih tertuju kepada proses
psikologis daripada kategosi sosial yang luas .Kita bisa juga melakukan hal-hal
sebagaimana sosiologi, seperti melakukan survai, menentukan sampel, dan memakai
analisis statistik, tetapi yang kita cari lebih mengarah kepada
motivasi-motivasi individul daripada struktur sosial. Dengan kata lain, psikologi sosial lebih berwawasan
perorangan (personal oriented) daripada
berwawasan sosial (social oriented). Tentu saja “perorangan” itu masih
dalam kaitan dengan kedudukannya sebagai warga masyarakat .Pendekatan psikologi
sosial ini bisa pula kita pakai dalam menganalisis misalnya sikap bahasa (language attitude) yaitu sikap
sekelompok masyarakat terhadap sesuatu bahasa (Sumarsono, 2002).
6. SL dengan Antropologi
Antropologi
adalah kajia tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas.
Kebudayaan dalam arti luas bisa mencakup hal-hal seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, religi, teknologi, bahasa. Bagi
antropologi, bahasa
sering kali dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi
sekelompok orang berdasarkan etnik. Masarakat jakarta dapat dipilah-pilah
berdasarkan etnik mereka,menjadi kelompok cina, Arab, Batak, Jawa, Sunda, Betawi
dan sebagainya, dan ciri atau jati diri tiap kelompok itu adalah bahasa.
Bagaimana
seorang warga Jakarta berhubungan dengan warga lain ,bahasa apa yang dipakai
,merupakan kajian SL. Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data dapat berupa
wawancara,kuesioner,atau pengamatan. Salah satu teknik pengamatan yang banyak
dipakai oleh SL adalah apa yang disebut pengamatan berpartisipasi (participant
observation) : peneliti melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang
diteliti sambil mengamati apa yang sedang terjadi. Peneliti memang dapat bertanya
kepada informan seperti “Dalam hubungan dengan anggota suku lain, Anda mamekai
bahasa apa?” ,baik dengan wawancara ataupun kuesioner ,tetapi yang lebih baik
dengan melibatkan diri ke dalam
kehidupan orang itu dan mengamati apa yang benar-benar terjadi jika ia berbicara
dengan orang dari suku liain (Sumarsono, 2002).
7. SL Makro dengan SL
Mikro
Kedua istilah
ini, mikro dan makro, mengacu
pada luas dan sempit cakupan. Jika SL membicarakan masalah-masalah “besar dan
luas”, ia masuk SL mkro, sebaliknya, jika yang dibicarakan adalah
masalah-masalah “kecil dan sempit” ia masuk SL mikro. Sudah kita ketahui berdasarkan sensur penduduk, 1980, jumlah penduduk
Indonesia 170 juta. Jumlah itu dapat dipilah-pilah berdasarkan tempat tinggal,
jenis kelamin, usia, pendidikan,
pekerjaan,mata pencaharian. Ini merupakan gejala sosial. Jika kemudian faktor
sosial ini kita hubungkan sdengan bahasa,kita memasuki bidang SL. Kita
bisa berbicara tentang jumlah pendukung
atau penutur bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan sebagainya.Dari dua kali sensus
,yang berjarak 10 tahun, kita dapat bertanya tentang orang yang mampu berbahasa
Indonesia ,menurun atau bertambah; tentang sejumlah orang yang dalam kehidupan
sehari-hari dirumah beralih dari bahasa daerah ke bahada Indonesia .Kita juga
bisa berbicara tentang perencanaan tau pembinaan bahasa.Semua ini masuk cakupan
SL makro.(
Sumarsono, 2002).
Kalau kita
berbicara tentang peristiwa tutur dalam sebuah pesta adat pada suku A,misalnya
pesta pinangan ,kita bisa disebut sebagai objek SL mikro. Kita dapat teliti
urutan peristiw tutur itu, siapa yang mulai membuka, siapa melanjutkan, bagaimana
gilirannya,ragam bahasa apa yang dipakai? Ada orang mengatakan, SL mikro itu
menelaah tentng “siapa berbicara dalam (ragam) bahasa apa, kepada siapa, tentang
apa atau siapa,dalam situasi apa , dengan maksud apa,dan sebagainya“ (Sumarsono, 2002).
SL mikro,
menurut Roger Bell (1976), lebih menekankan perhatian pada interaksi bahasa
antar penutur didalam suatu kelompok guyup tutur (intragroup interection), sedang SL makro menitik beratkan perhatian
pada interaksi antar penutur dalam konteks antar kelompok (intergroup interection). Analisis atau deskripsi SL mikro relativ
lebih dekat dengan arientasi linguistik, tetapi dengan cakupan tetap lebih luas
dari analisis linguistik (fishman, 1968). Sebalinya, SL makro, yang mempunyai
objek dengan skala lebih luas dan lebih besar, memperhatikan komunikasi antar
kelompok dalam suatu masyarakat bahasa, bahkan sampai tingkatan bangsa dalam
sebuah negara: memperhatikan kontak bahasa antara kelompok mayoritas dengan
kelompok minoritas, pemertahanan bahasa minoritas, dan hal-hal lain yang
menyangkut kelompok penutur yang jumlahnya banyak. Pada umumnya dapat dikatakan,
manakala suatu pemecahan masalah kebahasaan itu orientasinya mendekati
orientasi sosial, pendekatanya cenderung ke LS makro, tetapi kalau ia mendekati
orientasi linguistik, pendekatannya mendekati SL mikro (Sumarsono, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Agustina. 2010. Sosiolinguistik: PerkenalanAwal. Jakarta: RinekaCipta.
Chaer, Abdul .
1994 : Linguistik Umum . Jakarta : Rineka cipta.
Sumarsono
.2002 : Sosiolinguistik . Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar