Minggu, 05 April 2015

HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK DENGAN ILMU LAIN



HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK DENGAN ILMU LAIN

1.       SL dengan Sosiologi
Sosiologi mempelajari antara lain  struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antar anggota masyarakat, tingkah laku masyarakat. Secara kongkret, sosiologi mempelajari kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti keluarga ,clan(subsuku), suku, bangsa. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan lapisan rakyat jelata, atau kasta-kasta yang berjenjang, juga dipelajari sosiologi. Tentu saja untuk mempelajari hal-hal semacam itu kita harus mempunyai data yang memadai ,yang banyak melibatkan banyak orang atau anggota masyarakat .Kita tidak dapat mengatakan susuan keluarga orang jawa adalah begini atau begitu, jika kita hanya mendasarkan kepada satu keluarga jawa saja. Begitu pula, kita tidak dapat mengidentifikasikan ciri-ciri pimpinan jawa jika tidak melibatkan sang pemimpin dngan anggota yang dipimpin. Jadi, sosiologi paling tidak berhadapan dengan dua individu dalam masyarakat. SL yang mempelajari bahasa dalam hubungan dengan masyarakat, memiliki persamaan dengan sosiologi ,dalam arti SL memerlukan data atau subyek lebih dari satu orang individu. Dalam kajian ,keduanya menggunakan metode kuantitatif .SL juga menggunakan metode sampling (randon atau acak), karena kadang-kadang tidak mungkin seluruh anggota masyarakat dilibatkan atau dijadikan subjek atau informan.Dalamkaitan kedua metode itu tidak mustahil SL juga menggunakan statistik,seperti halnya sosiologi. Dalam mengumpulkan data, baik sosiologi maupun SL menggunakan metode wawancara ,rekaman,mengumpulkan dokumen dan sebagainya. Sedangkan dalam pengolahan data menggunakan metode deskriptif. Namun kita lihat juga perbedaan antara kedua studi tersebut . Sampai tahap tertentu sosiologi memang menyentuh bahasa, misalnya kalau dia berbicara tentang hubungan antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota yang lain, atau mengidentifikasikan ciri-ciri sebuah kelompok masyarakat yang merupakan suku atau bangsa .Tetapi, tentu saja sosiologi tidak sampai berbicara tentang bahasa itu sampai pada hal yang sekecil-kecilnya ,misalnya tentang struktur kalimat.Sosiologi juga tidak akan berbicara tentang ragam atau variasi bahasa yang dipakai oleh seorang pemimpin ,misalnya, ketika dia berbicara dengan istri dirumah, dengan tukang sapu di kantor, dengan anggota kelompoknya didalam rapat. Sebaliknya, justru ragam bahasa itu yang menjadikan salah satu obyek SL. Jadi, obyek utama sosiologi bukan bahasa ,melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat dan tingka laku .Dan obyek utama SL adalah variasi bahasa bukan masyarakat (Sumarsono, 2002).

2.      SL dengan Linguistik Umum
Linguistik umum (General Linguistic) sering kali disebut Linguistik saja, mencakup fonologi, morfologi dan sintaksis. Linguistik disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang struktur bunyi, struktur morfologi dan struktur kalimat, dan akhir ini juga struktur wacana. Linguistik yang demikian itu menitikberatkan pembicaraan pada bunyi-bunyi bahasa ,karena atas dasar anggapan ,bahasa itu berupa bunyi yang berstruktur dan bersistem. Semua bahasa seperti itu, meski tidak ada dua bahasa yang memiliki struktur yang persis sama .Jadi,linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa .Artinya, bahasa dianggap sebagai satu sistem yang tunggal, linguistik melihat bahasa sebagai suatu sestem tertutup ,suatu sistem yang berdiri sendiri terlepas dari kaitanya dengan struktur masyarakat. Bahasa dianggap sebagai sistem yang komponen-komponenya bersifat homogen. Dalam penelitian, seorang linguis memakai satu atau dua orang subyek sebagai informan. Tutur informan itu kemudian di analisis, dan dari satu dua orang itu si linguis kemudian menyusun tata bahasa atau memberikan struktur bahasa yang diteliti. Tentu saja infoman itu terpilih dari orang-orang yang bertutur dalam satu ragam tertentu, yaitu ragam baku ( Sumarsono, 2002).
Fokus pemerian linguistik itu struktur atau  bunyi bahasa sebagai sitem, wajar kalau data yang dipakai adalah data tutur verbal, dan satuan terbesar yang digarap umumnya  hanya pada tataran kalimat. Sebaliknya, seorang sosiolinguis, yang fokusnya fungsi bahasa, data yang dicari dan dianalisis adalah data verbal plus nonverbal. SL memperhatikan fonologi, morfologi, dan sintaksis, tetapi satuan terbesar yang menjadi obyeknya adalah wacana, setidaknya sosiolinguis memulai dari wacana,baru turun ke tataran yang lebih kecil. Karena masalah SL itu fungsi bahasa, pendekatanya tidak cukup eka/tunggal disiplin (seperti linguistik) melainkan harus anekadisiplin (multidisipliner), meliputi sosiologi, antropologi, psikologi sosial. Uraian cukup lengkap tentang perbedaan SL dan linguistik dapat dibaca (Sumarsono, 2002).

3.      SL dengan Dialektologi
Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa. Dia mempelajari berbagai dialek dalam suatu bahasa yang tersebar di berbagai wilayah. Tujuannya untuk mencari hubungan kekeluargaan di antara dialek-dialek itu, juga menetukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata , berikut maknanya dari masa ke masa dan dari suatu tempat ke tempat lain . Titik berat kajian terletak pada kata (Sumarsono, 2002).
Metode yang dipakai dialektologi adalah metode komparatif dan metode historis-diakronis. Artinya ,dia membanding-bandingkan dan di dalam membandingkan itu dialektologi menunjukkan sejarah dari bentuk sebuah kata, karena itu dia menjangkau lebih dari satu masa ,yaitu masa kini dan lampau.Disamping itu jelas pula bagi penglihatan kita ,dialektologi  meneliti kata-kata pada dialek regional yaitu dialek yang didasarkan atas batas-batas wilayah alam (Sumarsono, 2002).
SL menggunakan juga metode komparatif,tetapi biasanya bukan historis diakronis.Yang dibandingkan juga bukan hanya kata-kata.SL kadang-kadang meneliti persoalan seperti “kapan si A menggunakan kata X ,dan kapan Z?”  tetapi perbandingan itu masih dalam batas waktu dimana si A itu hidup .Dengan kata lain SL menggunakan metode deskriptif-sinkronis, yaitu melihat obyek sebagiamana adanya pada suatu saat tertentu. Kajian SL yang bersifat kesejarahan  tampak pada kajian tentang pergeseran atau kepunahan bahasa. Perbedaan lain yang cukup mendasar adalah SL lebih banyak meniik beratkan kajiannya atas variasi bahasa bukan atas dasar batas-batas regional atau batas-batas alam,melainkan pada batas- batas kemasyarakatan seperti perbedaan usia,jenis kelamin,status sosial, lapisan sosial,dan sebagainya. Tentu saja masih da kemungkinan, SL berhadapan dengan dialek regional (Sumarsono, 2002).

4.      SL dengan Retorika
Retorika dimaksudkan sebagai kajian tentang tutur terpilih (selected speech). Salah satu cabangnya adalah kajian tentang gaya bahasa (style). Seseorang yang akan bertutur mempunyai kesempatan untuk menggunakan berbagai variasi,dan untuk itu bahasa menyediakan bahan-bahannya.Seseorang yang menyuruh orang lain didepannya untuk pergi dapat menggunakan berbagai caa atau ungkapan. Dia bisa menggunakan sebuah kata saja “pergi” dengan suara keras. Bisa pula menggunakan kalimat perintah yang lebih halus “silahkan anda pergi” ,tetapi bisa pula menggunakan kalimat tanya “Apa lagi yang anda tunggu disini?”. Untuk memilih bentuk atau kalimat yang di ucapkan, dia bisa mempertimbangkan yang paling efektif untuk situasi dan kondisi pada waktu itu. Bagaimana si penutur menggunakan suatu bentuk  ujaran,situasi dan kondisi yang mendukung pemilihan bentuk itu, dan kekuatan yang terkandung dalam ucapan,sehingga orang yang disuruh pergi  misalnya, betul-betul mau pergi,merupakan persoalan retorika ( Sumarsono, 2002).
Retorika mempunyai kesejajaran dengan SL, yaitu variasi bahasa sebagai obyek studi keduanya .Tetapi tidak seperti retorika, SL tidak hanya memperhatikan bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja .Slmempelajari semua variasi yang ada ,kemudian dikaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu. Retorika cenderung ke arah kajian tutur individu,seperti munculnya kajian tentang “gaya bahasa” si A atau si B.Ini tentu tidak menjadi objek SL ( Sumarsono, 2002).

5.     SL dengan Psikologi Sosial
Psikologi sosial merupakan paduan antara kajian sosiologi dengan psikologi,tetapi merupakan bagian dari kajian psikologi.Psikologi mengurusi masalah proses mentalindividu, seperti inteligensi ,minat,sikap,kepribadian, dan semacamnya.Manakala masalah semacam itu menyangkut sekelompok manusia ,analisinya ditangani oleh psikologi sosial .Dan karena SL itu berkaitan dengan bahasa masyarakat ,hubungan antara SL dengan psikologi sosial tentu ada (Sumarsono, 2002).
Sosiologi dapat mendekati suatu masalah SL seperti pilihan bahasa (language choice) ,yaitu bahasa atau ragam bahasa yang dipilih oleh seseorang penutur ketika ia melakukan interaksi verbal dengan cara mengamati (mensurvai) terlebih dahulu sempel yang akan diteliti dalam kaitanya dengan struktur sosial, dan melakukan analisis statistik terhadap hasil survai itu. Jika kita memakai metode atau pendekatan psikologi sosial,perhatian kita lebih tertuju kepada proses psikologis daripada kategosi sosial yang luas .Kita bisa juga melakukan hal-hal sebagaimana sosiologi, seperti melakukan survai, menentukan sampel, dan memakai analisis statistik, tetapi yang kita cari lebih mengarah kepada motivasi-motivasi individul daripada struktur sosial. Dengan kata lain, psikologi sosial lebih berwawasan perorangan (personal oriented) daripada berwawasan sosial (social oriented). Tentu saja “perorangan” itu masih dalam kaitan dengan kedudukannya sebagai warga masyarakat .Pendekatan psikologi sosial ini bisa pula kita pakai dalam menganalisis misalnya sikap bahasa (language attitude) yaitu sikap sekelompok masyarakat terhadap sesuatu bahasa (Sumarsono, 2002).

6.     SL dengan Antropologi
Antropologi adalah kajia tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas. Kebudayaan dalam arti luas bisa mencakup hal-hal seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, religi, teknologi, bahasa. Bagi antropologi, bahasa sering kali dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang berdasarkan etnik. Masarakat jakarta dapat dipilah-pilah berdasarkan etnik mereka,menjadi kelompok cina, Arab, Batak, Jawa, Sunda, Betawi dan sebagainya, dan ciri atau jati diri tiap kelompok itu adalah bahasa.
Bagaimana seorang warga Jakarta berhubungan dengan warga lain ,bahasa apa yang dipakai ,merupakan kajian SL. Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data dapat berupa wawancara,kuesioner,atau pengamatan. Salah satu teknik pengamatan yang banyak dipakai oleh SL adalah apa yang disebut pengamatan berpartisipasi  (participant observation) : peneliti melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang diteliti sambil mengamati apa yang sedang terjadi. Peneliti memang dapat bertanya kepada informan seperti “Dalam hubungan dengan anggota suku lain, Anda mamekai bahasa apa?” ,baik dengan wawancara ataupun kuesioner ,tetapi yang lebih baik dengan melibatkan diri ke  dalam kehidupan orang itu dan mengamati apa yang benar-benar terjadi jika ia berbicara dengan orang dari suku liain (Sumarsono, 2002).

7.      SL Makro dengan SL Mikro
Kedua istilah ini, mikro dan makro, mengacu pada luas dan sempit cakupan. Jika SL membicarakan masalah-masalah “besar dan luas”, ia masuk SL mkro, sebaliknya, jika yang dibicarakan adalah masalah-masalah “kecil dan sempit” ia masuk SL mikro. Sudah kita ketahui  berdasarkan sensur penduduk, 1980, jumlah penduduk Indonesia 170 juta. Jumlah itu dapat dipilah-pilah berdasarkan tempat tinggal, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,mata pencaharian. Ini merupakan gejala sosial. Jika kemudian faktor sosial ini kita hubungkan sdengan bahasa,kita memasuki bidang SL. Kita bisa  berbicara tentang jumlah pendukung atau penutur bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan sebagainya.Dari dua kali sensus ,yang berjarak 10 tahun, kita dapat bertanya tentang orang yang mampu berbahasa Indonesia ,menurun atau bertambah; tentang sejumlah orang yang dalam kehidupan sehari-hari dirumah beralih dari bahasa daerah ke bahada Indonesia .Kita juga bisa berbicara tentang perencanaan tau pembinaan bahasa.Semua ini masuk cakupan SL makro.( Sumarsono, 2002).
Kalau kita berbicara tentang peristiwa tutur dalam sebuah pesta adat pada suku A,misalnya pesta pinangan ,kita bisa disebut sebagai objek SL mikro. Kita dapat teliti urutan peristiw tutur itu, siapa yang mulai membuka, siapa melanjutkan, bagaimana gilirannya,ragam bahasa apa yang dipakai? Ada orang mengatakan, SL mikro itu menelaah tentng “siapa berbicara dalam (ragam) bahasa apa, kepada siapa, tentang apa atau siapa,dalam situasi apa , dengan maksud apa,dan sebagainya“ (Sumarsono, 2002).
SL mikro, menurut Roger Bell (1976), lebih menekankan perhatian pada interaksi bahasa antar penutur didalam suatu kelompok guyup tutur (intragroup interection), sedang SL makro menitik beratkan perhatian pada interaksi antar penutur dalam konteks antar kelompok (intergroup interection). Analisis atau deskripsi SL mikro relativ lebih dekat dengan arientasi linguistik, tetapi dengan cakupan tetap lebih luas dari analisis linguistik (fishman, 1968). Sebalinya, SL makro, yang mempunyai objek dengan skala lebih luas dan lebih besar, memperhatikan komunikasi antar kelompok dalam suatu masyarakat bahasa, bahkan sampai tingkatan bangsa dalam sebuah negara: memperhatikan kontak bahasa antara kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas, pemertahanan bahasa minoritas, dan hal-hal lain yang menyangkut kelompok penutur yang jumlahnya banyak. Pada umumnya dapat dikatakan, manakala suatu pemecahan masalah kebahasaan itu orientasinya mendekati orientasi sosial, pendekatanya cenderung ke LS makro, tetapi kalau ia mendekati orientasi linguistik, pendekatannya mendekati SL mikro (Sumarsono, 2002).


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Agustina. 2010. Sosiolinguistik: PerkenalanAwal. Jakarta: RinekaCipta.
Chaer, Abdul  . 1994  : Linguistik Umum . Jakarta : Rineka cipta.
Sumarsono .2002 : Sosiolinguistik . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar