VARIASI BAHASA
A. Hakikat Variasi Bahasa
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa
ini ada dua pandangan.
Pertama,
variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu
dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat
dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa
itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan
masyarakat yang beraneka ragam.
Dalam
pandangan sosiolinguistik, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual,
tetapi merupakan gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaiannya
tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh
faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-faktor nonlinguistik yang mempengaruhi
pemakaian bahasa seperti di bawah ini.
1.
Faktor-faktor sosial: status sosial, tingkat
pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya.
- Faktor-faktor situasional: siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.
Menurut
Chaer (2010:62) variasi bahasa adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh
adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok
yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Menurut Allan Bell (dalam Coupland dan Adam, 1997:240) variasi bahasa adalah
salah satu aspek yang paling menarik dalam sosiolinguistik. Prinsip dasar dari
variasi bahasa ini adalah penutur tidak selalu berbicara dalam cara yang sama
untuk semua peristiwa atau kejadian. Ini berarti penutur memiliki alternatif
atau piilihan berbicara dengan cara yang berbeda dalam situasi yang berbeda.
Cara berbicara yang berbeda ini dapat menimbulkan maksa sosial yang berbeda
pula. Jadi, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi
bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan
fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam
bahasa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan, variasi bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
B. Penyebab Adanya Variasi Bahasa
Beberapa penyebab adanya variasi bahasa adalah
sebagai berikut :
1. Interferensi
Chaer
(1994:66) memberikan batasan bahwa interferensi adalah terbawa masuknya unsur
bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan,sehingga tampak adanya
penyimpangan kaidah dari bahasa yang digunakan itu. Bahasa daerah menjadi
proporsi utama dalam komunikasi resmi, sehingga rasa cinta terhadap bahasa nasional
terkalahkan oleh bahasa daerah.
Alwi,
dkk. (2003:9) menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa,
misalnya pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa
Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa
kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa
daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan
di atas bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa inggris di ruang umum telah menjadi
kebiasaan yang tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya
bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi
bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull”
untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat
datang”.
2. Integrasi
Selain
Interferensi, integrasi juga dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa
Indonesia. Chaer (1994:67), menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari
bahasa lain yang terbawa masuk dan sudah dianggap, diperlukan dan di pakai
sebagai bagian dari bahasa yang menerima atau yang memasukinya. Proses
integrasi ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang
berintegrasi itu telah di sesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya.
Contoh kata yang berintegrasi seperti montir, sopir, dongkrak.
3. Alih Kode dan Campur Kode
3. Alih Kode dan Campur Kode
Chaer
(1994:67) menyatakan bahwa alih kode adalah beralihnya suatu kode (entah bahasa
atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa lain). Campur kode
adalah dua kode atau lebih di gunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya
terjadi dalam situasi santai (Chaer, 1994:69). Diantara dua gejala bahasa itu,
baik alih kode maupun campur kode gejala yang sering merusak bahasa Indonesia
adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara dalam bahasa Indonesia di
campurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah, begitu juga sebaliknya. Dalam
kalangan orang terpelajar sering kali bahasa Indonesia di campur dengan
unsur-unsur bahasa Inggris.
4. Bahasa Gaul
Bahasa
gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk
pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir tahun 1980-an. Pada saat itu
bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para anak jalanan. Penggunaan bahasa gaul
menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa
kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama
kamus bahasa gaul pada tahun 1999. Contoh penggunaan bahasa gaul adalah seperti
: Ayah (Bokap), Ibu (Nyokap), Saya (Gue), dan lain-lain.
C. Jenis Variasi Bahasa
Chaer dan
Agustina (2010:62) mengungkapkan variasi bahasa itu ada beberapa jenis,
diantaranya:
1. Variasi
Bahasa dari Segi Penutur
a. Variasi Bahasa Idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang
bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek setiap orang mempunyai variasi
bahasa atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan
dengan “warna” suara, pemilihan diksi, gaya bahasa, susunan kalimat, ekspresi,
dan bahkan karena kelainan keadaan rohani dan kemampuan intelektual .Yang
paling dominan adalah warna suara, kita dapat mengenali suara seseorang yang
kita kenal hanya dengan mendengar suara tersebut.
b. Variasi Bahasa Dialek
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat,
wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Banyumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.
c. Variasi Bahasa Kronolek
atau Dialek Temporal
Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu.
Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa
pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa kini.
d. Variasi Bahasa Sosiolek
Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi
bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia,
pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan
lain sebagainya.
Variasi bahasa sosiolek dibagi
menjadi sebagai berikut:
1) Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu varisi bahasa yang
digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan
berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
2) Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Yaitu variasi bahasa yang terkait dengan tingkat
pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan
sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang lulus sekolah
tingkal atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas
akan berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.
3) Variasi Bahasa Berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa
yang terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita. Misalnya,
variasi bahasa yang digunakan o!eh ibu-ibu akan berbeda dengan varisi bahasa
yang digunakan oleh bapak-bapak.
4) Variasi Bahasa Berdasarkan Profesi
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa
yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa
tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru, mubalik,
dokter, dan lain sebagninya tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.
5) Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan lingkal kebangsawanan adaiah
variasi yang lerkail dengan lingkat dan kedudukan penuliir (kebangsawanan atau
raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang
digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa
kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja
menggunakan kata mangkat.
6) Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Ekonomi Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur
adalah variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa
berdasarkan tingkat kebangsawanan hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak
sebagai warisan sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya,
seseorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi
bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.
7) Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Golongan,
Status, dan Kelas Sosial
Dalam
Chaer dan Agustina (2010:87-89) variasi
bahasa berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas sosial para penuturnya
dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgar, slang, kulokial, jargon, argoi, dan ken. Adapun
penjelasan tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
a. Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi
atau lebih bergengsi darivariasi sosial lainya;
b. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang
bergengsi atau bahkan
dipandang rendah;
dipandang rendah;
c. Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada
pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak
berpendidikan;
d. Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan
rahasia;
e. Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan
bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), nda
(tidak);
f. Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara
terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir dengan istilah
roda gila, didongkrak, dll;
g. Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara
terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa para
pencuri dan tukang copet, barang dalam arti mangsa, daun dalam arti uang, dll;
h. Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat
merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para
pengemis.
2.
Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya
disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa
itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik,
militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa
dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata.
Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata khusus
yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam karya sastra
biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan
digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat
sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan
mudah; komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan berita secara tepat; dan
ringkas karena keterbatasasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu
(dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa yang dimaksud di atas, adalah
ragam bahasa yang menunjukan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang
menggunakan bahasa tersebut.
3.
Variasi Bahasa dari Segi Keformalan
Joos (Chaer dan Agustina, 2010:70) membagi variasi bahasa
atas lima macam, yaitu:
a. Ragam Beku (frozen).
Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling
formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat, misalnya dalam upacara
kenegaraan, khotbah, dan sebagai nya.
b. Ragam Resmi (formal)
Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa
digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat, dan lain
sebagainya.
c. Ragam Usaha (konsultatif)
Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah
variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekoiah, rapat-rapat, atau
pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
d. Ragam Santai (casual)
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang
digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan
keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan sebagainya.
e. Ragam Akrab (intimate)
Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa
digunakan leh para penutur yang hubungannya sudah akrab. Variasi bahasa ini
biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.
4.
Variasi Bahasa dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukan adanya
perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. Jenisnya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis
yang pada kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama. Ragam bahasa
lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem
sebagai unsur dasar. Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 1994. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Coupland,
Nikolas dan Adam Jaworski. 1997. Sosiolinguistics: A Reader and
Coursebook. England: Macmillan Press LTD.