A.
Definisi dan Hakikat Bahasa
Dalam
buku Pengantar Sosiolinguistik
Aslinda dan Syafyahya (2010: 1) mengutip pendapat Kridalaksana (1993: 21),
bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Menurut Lyons (dalam Pateda dan
Yenni, 1993: 4), bahwa bahasa adalah most
of them hare taken the views that languages are systems of symbols, designed,
as it were, for the purpose of communications. Dapat dikatakan bahwa bahasa
harus bersistem, berwujud simbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang,
serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi.
Sedangkan
hakikat bahasa (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 2) dijelaskan, bahwa bahasa
dipergunakan oleh manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Dengan demikian,
bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Reching Koen (dalam Pateda dan Yenni,
1993: 5) menyatakan, bahwa hakikat bahasa bersifat (a) mengganti, (b) individual,
(c) kooperatif, dan (d) sebagai alat komunikasi.
Bahasa
dapat menggantikan peristiwa/kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh
individu/kelompok. Dengan bahasa, seorang individu atau kelompok dapat meminta
individu/kelompok lain untuk melakukan suatu pekerjaan. Kalimat yang diucapkan
oleh seorang individu kepada individu lain bersifat individual. Setelah sebuah
kalimat lahir dan didengar oleh individu lain, lalu individu tersebut akan
melakukan pekerjaan yang diminta. Kesediaan individu dalam melakukan pekerjaan
itu tentu karena adanya kerja sama antarindividu. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa bahasa bersifat kooperatif. Di samping itu, bahasa juga
digunakan sebagai alat komunikasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor
tersebut adalah faktor sosial dan faktor situasional.
Selain
empat hakikat tersebut, Chaer (1994:
33) mengatakan, bahwa hakikat bahasa itu ada 12 butir. Kedua belas butir
hakikat bahasa itu adalah sebagai berikut:
1. Bahasa adalah sebuah sistem.
2. Bahasa berwujud lambang.
3. Bahasa berwujud bunyi.
4. Bahasa bersifat arbitrer.
5. Bahasa bermakna.
6. Bahasa bersifat konvensional.
7. Bahasa bersifat unik.
8. Bahasa bersifat universal.
9. Bahasa bersifat produktif.
10. Bahasa bersifat dinamis.
11. Bahasa bervariasi.
12. Bahasa adalah manusiawi.
Dari dua belas butir hakikat bahasa
tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan hal paling penting dalam
kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia di segala bidang kehidupan.
Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa juga merupakan hal paling penting
dilakukan oleh manusia karena secara langsung akan melestarikan dan
mengiventarisasikan bahasa tersebut. Dengan mempelajari dan melakukan
pengkajian terhadap bahasa, akan menghindari manusia dari kepunahan bahasa.
B.
Istilah dan Pengertian Sosiolinguistik
Istilah
sosiologi bahasa atau yang kini lebih populer disebut sosiolinguistik (sejak
tahun 1960), merupakan istilah yang muncul sebab banyaknya persoalan di dunia
yang berhubungan dengan bahasa yang perlu diselesaikan. Sosiologi bahasa
menekankan perhatian pada aspek-aspek tingkah laku manusia dan organisasi
sosial bahasa yang tercermin melalui tingkah laku berbahasa dan juga sikap
berbahasa. Tingkah laku berbahasa dan sikap berbahasa menyangkut pula
penggunaan bahasa dalam bidang-bidang tertentu seperti politik dan pendidikan.
Secara
etimologi sosiolinguistik merupakan ilmu yang menyangkut tentang sosiologi dan linguistik, karena mempunyai kaitan erat dengan kedua kajian
tersebut. Sosio- adalah masyarakat,
dan linguistik adalah kajian bahasa.
Jadi, sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan
kondisi kemasyarakatan yang dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya
sosiologi (Sumarsono, 2011: 1).
Aslinda dan
Syafyahya (2010: 6) mengutip
pendapat Chaer dan Agustin (1995:3), bahwa kata sosiolinguistik merupakan gabungan
dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan
ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta
proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah ilmu
bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan
demikian, sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari
bahasa di dalam masyarakat.
Appel
(dalam Suwito, 1982: 2) mengatakan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem
sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan
kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah
bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan demikian,
dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat
sebagai sarana interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.
Harimurti
Kridalaksana (1974, kuliah pada penataran
Leksikografi) mengatakan, sosiolinguistik yaitu cabang linguistik yang berusaha
untuk menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri
variasi bahasa tersebut dengan cir-ciri sosial. Dalam buku lain Kridalaksana (1978: 94) mengutip
pendapat Fishman dan mengatakan, sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di
antara bahasawan dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa. Criper dan H.G. Widdowson (dalam J..P.B. Allen dan S. Pit Corder Ed. 1975:
156) mengatakan, Sociolinguistics is the
study of language in operational, its purpose is to investigate how the
conventions of language use relate to other aspects of social behaviour (= sosiolinguistik
adalah studi bahasa dalam pelaksanaannya yang bermaksud mempelajari bagaimana
konvensi bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial).
G.E. Booij, J.G.
Kerstens, H.J. Verkuyl (1975: 139) mengatakan,
Sociolinguistiek is subdiscipline van de
taalkunde, die bestudeert welke socialefactoren een rol spelen in het
taalgebruik er welke rol taal speelt in het sociaal verkerr (=
sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial
yang berperan dalam pemakaian bahasa dan berperan dalam pergulan). Sedangkan Rene Appel, Gerard Hubers, Greus Meijer
(1976: 10) mengatakan, Sociolinguistiek
is de studie van taal en taalgebruik in de kontext van maatschappij en kultuur
(= sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam konteks sosial dan
kebudayaan). Nancy Parrot Hickerson
(1980: 81) mengatakan, Sociolingustiec is
a developing subvield of linguistics which takes speech variation as its focus,
viewing variation or its social context. Sociolinguistics is concerned with the
coration between such social factor and linguistic variation. Yang dimaksud
dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor umur, kelamin, agama,
perhatian, pekerjaan. Sosiolinguistik merupakan perpaduan (= interdisipliner)
antara linguistik dan sosiologi. Dia memberikan tekanan paa hubungan antara
bahasa dan pemakaiannya (Lihat: Pateda, 1987: 2-3).
C.
Perbedaan Sosiolinguistik dan Sosiologi Bahasa
Fishman
(dalam Pateda, 1987: 2) beranggapan, bahwa istilah sosiolinguistik dan
sosiologi bahasa merupakan dua hal yang berbeda. Sosiolinguistik lebih bersifat
kualitatif, sedangkan sosiologi
bahasa bersifat kuantitatif. Artinya,
sosiolinguistik mementingkan pemakainan bahasa oleh individu-individu dalam
konteks sosialnya, maka sosiologi bahasa mementingkan keragaman bahasa sebagai
akibat pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Istilah sosiologi bahasa sangat
berkaitan dengan sosiolinguistik. Bahkan banyak orang menganggap bahwa keduanya
sama. Namun jika diteliti, keduanya mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut
diungkapkan oleh Fishman, pakar sosiolinguistik yang andilnya sangat besar
dalam kajian sosiolinguistik.
Perbedaan sosiolinguistik dan sosiologi bahasa adalah
sebagai berikut:
1. Sosiolinguistik
a) Kajiannya
bersifat kualitatif.
b) Penelitiannya
dimasuki dari bidang linguistik.
c) Lebih
berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya.
Contohnya: deskripsi pola-pola pemakain bahasa atau dialek
tertentu yang penutur, topik, dan latar
pembicaraan.
2. Sosiologi
Bahasa
a) Kajiannya
bersifat kuantitatif.
b) Penelitiannya
dimasuki dari bidang sosiologi.
c) Lebih
berhubungan dengan faktor-faktor sosial yang saling bertimbal balik dengan
bahasa atau dialek.
Contohnya: perkembangan bilingualisme, perkembangan
pembakuan bahasa dan perencanaan bahasa di negara-negara berkembang.
Fishman dalam bukunya menggunakan istilah
sociolinguistics pada tahun 1970. Namun, pada tahun 1072 Fishman menggunakan
nama Sociology of Language. Jadi, sosiolinguistik dan sosiologi bahasa sangat
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
D.
Posisi Sosiolinguistik dalam Studi Bahasa
Dalam
buku Pengantar Sosiolinguistik
(Aslinda dan Syafyahya, 2010: 3-11) menjelaskan, bahwa linguistik menjadikan
bahasa sebagai objek kajiannya. Bidang kajian linguistik yang mempelajari
struktur internal bahasa atau hubungan bahasa dengan struktur bahasa itu
sendiri dan stuktur eksternal atau hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor di
luar bahasa. Hal ini dibedakan atas linguistik mikro dan linguistik makro.
Linguistik
mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal bahasa. Secara internal,
kajian bahasa adalah pengkajian hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa
yang terdiri dari bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
leksikologi. Linguistik makro mengarahkan kajiannya pada hubungan bahasa dengan
faktor-faktor di luar bahasa. Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat
dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu
sangat luas. Oleh karena itu, cabang linguistik makro itupun menjadi sangat
banyak, diantaranya sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik.
1.
Linguistik Mikro
Linguistik mikro memfokuskan kajiannya
terhadap struktur intern bahasa. Artinya, kajian bahasa hanya pada struktur
intern bahasa tanpa menghubungkan dengan faktor-faktor ekstern bahasa tersebut.
Kajian terhadap struktur intern bahasa ini antara lain meliputi: bidang
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi.
a. Bidang Fonologi
Bidak kajian bahasa yang membicarakan
stuktur bunyi bahasa disebut dengan fonologi. Istilah fonologi berasal dari
kata phonology, yaitu gabungan kata phone dan logy. Kata phone berarti
‘bunyi bahasa, baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan’ sedangkan kata logy berarti ‘ilmu pengetahuan, metode
atau pikiran’ (Homdy, 1974: 627). Dalam ilmu bahasa yang dimaksud fonologi
adalah salah satu cabang ilmu bahasa umum atau (linguistik) yang mempelajari
bunyi-bunyi bahasa, baik bahasa masyarakat yang sudah maju/modern maupun
bunyi-bunyi bahasa masyarakat yang masih bersahaja/primitif dalam segala
aspeknya (Arifin, 1979: 1).
b. Bidang Morfologi
Morfologi membicarakan struktur intern
kata. Morfologi merupakan bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata, yakni morfem (Kridalaksana, 1993:142). Dalam
morfologi, dibicarakan seluk beluk morfem, bagaimana cara menentukan suatu
bentuk adalah morfem atau bukan,bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi
kata. Proses-proses yang membicarakan kata dalam morfologi disebut dengan
proses morfemis/proses morfologis.
Proses morfemis berkenaan dengan proses
afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi (chaer, 1994: 1770). Proses-proses morfemis
tersebut tidak akan dibicarakan lebih lanjut pada bab ini.
c. Bidang sintaksis
Sintaksis membicarakan hubungan kata
dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Hal ini sesuai
dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri, yaitu bahasa Yunani sun (dengan) dan tattein (menempatkan).
Jadi, secara etimologi sintaksis berarti menempatkan kata secara bersama-sama
menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer, 1994: 206).
d. Bidang Semantik
Semantik adalah ilmu yang membicarakan
makna atau arti suatu bahasa. Semantik merupakan salah satu komponen dari tata
bahasa (di samping sintaksis dan morfologi) juga makna kalimat sangat
ditentukan oleh komponen semantik.
e. Bidang Leksikologi
Dalam ilmu linguistik, istilah
leksikologi berarti perbendaharaan kata. Cabang linguistik yang membicarakan
leksikon disebut leksikologi. Leksikologi disebut juga dengan ilmu kosa kata
yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk kata, menyelidiki kosa kata suatu bahasa,
baik mengenai pemakaiannya maknanya, seperti yang dipakai oleh masyarakat
bahasa yang bersangkutan, juga dipelajari mengenai bentuk dan sejarahnya
(Usman, 1979:1).
2.
Linguistik Makro
Linguistik makro mengkaji hubungan
bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa. Dengan kata lain, linguistik makro
mengkaji hubungan bahasa dengan masyarakat pemakai bahasa dari situasi
penggunaan bahasa. Khusus untuk linguistik makro, akan menitikberatkan kajian
pada subkategori sosiolinguistik.
a. Sosiolinguistik
Kata
sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi
adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan
mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat
(Chaer dan Agustin, 1995: 3). Sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau
bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian,
sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di
dalam masyarakat.
Di
dalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang
terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu, bahasa
dan pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan dengan
kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara
sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan
nonlinguistik.
Faktor
linguistik yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping itu, faktor nonlinguistik yang
memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor sosial dan faktor
situasional. Faktor sosial yang memengaruhi bahasa dan prmakaiannya terdiri
dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, dan lain-lain,
sedangkan faktor situasional yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri
dari siapa yang berbicara, dengan siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada
siapa, dimana, dan masalah apa (Fishman dalam Suwito, 1982: 3).
b. Masalah-masalah Sosiolinguistik
Masalah dalam sosiolinguistik maksudnya
adalah hal-hal yang merupakan topik-topik yang dibahas/dikaji dalam
sosiolinguistik. Dalam konferensi sosiolinguistik pertama di Universitas of
California, dirumuskan tujuh masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik.
Ketujuh masalah tersebut adalah (Chaer dan Agustina, 1995: 7)
1) Identitas sosial penutur;
2) Identitas sosial dari pendengar yang
terlibat;
3) Lingkungan sosial tempat peristiwa
tutur;
4) Analisis sinkronik dan diakronik dai
dialek-dialek sosial;
5) Penilaian sosial yang berbeda oleh
penutur terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran;
6) Tingkatan variasi dnaragam linguistik;
7) Penerapan praktis dari penelitian
sosiolinguistik.
Di samping tujuh masalah sosiolinguistik
tersebut, ada masalah lain yang intinya hampir sama dengan masalah tersebut.
Adapun masalah/topik-topik dalam sosiolinguistik tersebut dibicarakan oleh
Nababan (1991: 4), yaitu:
1) Bahasa, dialek, idiolek, dan ragam
bahasa;
2) Repertoir
bahasa;
3) Masyarakat bahasa;
4) Kedwibahasaan dan kegandaan;
5) Fungsi masyarakat bahasa dan profil
sosiolinguistik;
6) Penggunaan bahasa/etnografi berbahasa;
7) Sikap bahasa;
8) Perencanaan bahasa;
9) Interaksi sosiolingusitik;
10) Bahasa dan kebudayaan.
Berikut
ini akan dikenalkan secara singkat tiap-tiap topik tersebut.
·
Bahasa, dialek, dan idiolek
Perbedaan
ketiga istilah ini terdapat pada definisi masing-masing. Jika yang dibicarakan
bahasa seseorang atau ciri khas yang dimiliki oleh seseorang individu dalam
menggunakan bahasa disebut idiolek.
Idiolek seorang individu akan berbeda-beda dengan idiolek individu lain. Jika,
idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu kumpulan kategori disebut dialek. Jadi, dialek itu merupakan ciri khas sekelompok individu/masyarakat dalam
menggunakan bahasa.
Dialek ini juga dibedakan atas dua
bagia, yaitu dialek geografi dan dialek sosial. Dialek geografi adalah
persamaan bahasa yang disebabkan oleh letak geografi yang berdekatan sehingga
memungkinkan komunikasi yang sering di antara penutur-penutur idiolek itu.
Dialek sosial adalah persamaan yang disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu
penutur-penutur idiolek itu termasuk dalam satu glongan masyarakat yang sama.
Dalam kerangka ini, bahasa termasuk
dalam kategori kebahasaan yang tediri dari dialek tiap-tiap penuturnya saling
mengerti/Mutual Inteligibility dan
dianggap oleh penuturnya sebagai suatu kelompok kebahasaan yang sama. Dengan
kata lain, bahasa terdiri dari dialek yang dimiliki oleh sekelompok penutur
tertentu yang sewaktu berkomunikasi satu sama lain dapat saling mengerti.
·
Verbal Repertoire
Istilah
verbal repertoire diartikan sebagai
kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh penutur. Artinya, penutur mampu
berkomunikasi dalam berbagai ragam bahasa kepada pihak lainalam berbagai
ujaran, maka akan semakin luaslah verbal repertoire
yang dimiliki oleh penutur (Alwasilah, 1985: 68).
·
Masyarakat Bahasa
Masyarakat
bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang
sama Bloomfield (dalam Nababan,
1991: 5). Pengertian masyarakat bahasa menurut Bloomfiled oleh para ahli sosiolinguistik dianggap terlalu sempit
karena setiap orang menguasai dan menggunakan lebih dari satu bahasa.
Corder
(dalam Alwasilah, 1985: 41) mengatakan, bahwa masyarakata bahasa adalah
sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka
berbicara. Apabila dilihat dari dua konsep ahli tersebut dapat dikatakan, bahwa
masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang yang menggunakan
bahasa yang sama dana sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan
syarat di antara mereka terjadi saling pengertian.
·
Kedwibahasaan/kegandaan
Kedwibahasaan
artinya kemampuan/kebiasaan yang dimilik oleh penutur dalam menggunakan bahasa.
Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek
sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan
ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan mempergunakan dua
bahasa/bilingualiatas dan kebiiasaan memakai dua bahasa/ bilingualism. Dalam bilingualitas, dibicarakan tingkat penguasaan bahasa
dan jenis keterampilan yang dikuasai, sedangkan dalam bilingualism dibicarakan pola-pola penggunaan kedua bahasa yang
bersangkutan, seringnya dipergunakan setiap bahasa, dan dalam lingkungan bahasa
yang bagaimana bahasa-bahasa itu dipergunakan.
Di samping bilingualitas dan bilingualism, dalam kedwibahasaan juga
dibicarakan masalah alih kode (code
switching), campur kode (kode mixing),
interferensi dan integrasi. Perbedaan antara keempat hal tersebut akan dibicarakan
lebih lanjut pada bab berikutnya.
·
Fungsi kemasyarakatan dan kedudukan kemasyarakatan
bahasa adalah suatu topik yang pokok dalam pembahasan sosiolinguistik
Bahasa
adalah suatu topik yang pokok dalam pembahasan sosiolinguistik. Bahasa memiliki
fungsi-fungsi tertentu dalam pergaulan di antara sesama anggota sesuai dengan
kelompok/suku bangsa. Sebagai contoh, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa
nasional, bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa persatuan antarsuku bangsa.
Begitu pula dengan bahasa Minangkabau dapat menjadi bahasa daerah, bahasa
pengantar di tingkat sekolah dasar kelas satu dan dua, bahasa resmi dalam acara
adat-istiadat, dan lainnya.
·
Penggunaan bahasa/etnografi berbahasa
Dalam
penggunaan bahasa, penutur harus memerhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam
tindak berbahasa dan kaitannya dengan, atau pengaruhnya terhadap bentuk dan
pemilihan ragam bahasa. Dell Hymes,
1979 (dalam Nababan, 1991: 7) mengatakan, bahwa dalam penggunaan bahasa ada
delapan unsur yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa. Kedelapan unsur
tersebut disingkat dengan akronim, SPEAKING
(setting, participant, ends, act sequences,
key, instrumentalities, norm, dan genre).
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai SPEAKING.
(1) Setting
dan Scene
Setting dan
Scene berhubungan dengan latar atau
tempat peristiwa tutur terjadi. Tempat peristiwa tutur berkaitan dengan where dan when (waktu bicara dan suasana, kapan dan suasana yang tepat untuk
menggunakan tuturan).
(2) Participant
Participant
adalah alat penafsir yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa (penutur, mitra
tutur, dan pendengar).
(3) End
Komponen
tutur end mengacu pada maksud dan
tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas berbiacara.
(4) Act
Sequence
Komponen
tutur art squence berhubungan dengan
bentuk dan isi suatu tuturan.
(5) Key
Komponen
tutur key berhubungan dengan manner, nada suara, sikap atau cara
berbicara.
(6) Instrumentalis
Instrumentalis
berhubungan dengan channel/saluran
dan bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan.
(7) Norm
Komponen
tutur Norm berhubungan dengan
kaidah-kaidah tingkah laku dalam interaksi dan interpretasi komunikasi. Norm interaksi dicerminkan oleh tingkat
sosial atau hubungan sosial yang umum dalam sekelompok masyarakat.
(8) Genre
Genre
merupakan kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang digunakan.
·
Sikap bahasa
Sikap
bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada hakikatnya, sikap
bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian, sikap
bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap
bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku berbahasa atau perilaku
bertutur.
·
Perencanaan bahasa
Perencanaan
bahasa berhubungan dengan proses pengembangan bahasa, pembinaan bahasa, dan
politik bahasa. Perencanaan bahasa disusun setelah dan berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh kebijaksanaan bahasa. Perencaan
bahasa harus meliputi dua aspek pokok, yaitu pokok yang berhubungan dengan
materi bahasa atau korpusvatau kode (Suwito, 1982: 66).
·
Interaksi sosiolingustik
Dalam
interaksi sosiolinguistik, dibicarakan tentang kemampuan komunikatif penutur. Di
samping itu, dibicarakan juga makna yang sebenarnya dari unsur-unsur kebahasaan
karena satu kata/bahasa dapat memiliki makna ganda. Artinya, makna satu kata/bahasa
bergantung pula pada konteks pemakaiannya. Contohnya, dalam bahasa Minangkabau,
kata banak memiliki makna yang
berbeda dalam konteks yang berbeda.
1. Jika kata banak diucapkan oleh seorang
pelanggan masuk rumah makan Minangkabau dengan ujaran, Lai banak Pak artinya ‘Ada gulai otak
Pak?’.
2. Jika kata banak diucapkan oleh seorang ibu memarahi anaknya; Lai banak ang ndak? Artinya, ‘Kamu punya
otak apa tidak?.
·
Bahasa dan budaya
Dalam
sub topik ini, dibicarakan hubungan antara bahasa sebagai unsur budaya dan kebudayaan
umum. Bahasa sangat memengaruhi oleh kebudayaan, segala hal yang ada dalam kebudayaan
akan tercermin di dalam bahasa.
Bahasa merupakan suatu sistem vokal
simbol yang bebas yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi.
Bahasa dapat dikaji dari dua aspek, yaitu hakekat dan fungsinya (Nababan, 1991: 46). Menurut Nababan secara garis besarnya hakekat
bahasa membicarakan sistem suatu unsur bahasa, sedangkan bahasa yang paling
mendasar ialah untuk komunikasi. Dengan berkomunikasi akan terjadi suatu sistem
sosial atau masyarakat, tanpa komunikasi tidak ada masyarakat. Masyarakat atau
sistem sosial manusia berdasarkan dan bergantung pada komunikasi kebahasaan, tanpa
bahasa tidak ada sistem kemasyarakatan manusia dan akan lenyaplah kemanusiaan.
Berbicara
masalah masyarakat, tidak terlepas dari masalah kebudayaan. Kebudayaan memiliki
berbagai definisi bergantung pada sudut pandang pembuat definisi itu sendiri. Kroeber dan Kluckhohn (dalam Nababan, 1991: 49) mengumpulkan definisi kebudayaan
dari beberapa ahli antropologi dan membaginya atas enam golongan, yaitu:
1. Deskriptif (yang menekankan unsur-unsur
kebudayaan);
2. Historis (yang menekankan bahwa
kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan);
3. Normatif (yang menekankan hakikat
kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku);
4. Psikologis (yang menekankan kegunaan
kebudayaan dalam penyesuaian diri pada lingkungan);
5. Struktural (yang menekankan sifat
kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan teratur); serta
6. Genetis (yang menekankan terjadinya
kebudayaan sebagai hasil karya manusia).
Di sisi lain, Ohoiuwutun (2002: 77) mengatakan kebudayaan itu mencakup seluruh
perbuatan manusia. Bahasa dan kebudayaan selalu terealisasi secara tumpang
tindih. Pengaruh timbal balik antara bahasa dan kebudayaan dapat dilihat dalam
belajar bahasa kedua atau bahasa asing. Pola-pola komunikasinya yang
dipengaruhi oleh kebudayaan jelas dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap
kecenderungan–kecenderungan berbahasa (Ohoiwutun, 2002: 79). Berdasarkan
penjelasan tersebut, dapat dikatakan eratnya hubungan antara bahasa dan
kebudayaan. Melalui bahasa seorang atau masyarakat kita dapat mengetahui
kebudayaan orang atau masyarakat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda dan
Syafyahya, Leni. 2010. Pengantar
Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik:
Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik.
Bandung: Angkasa
Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan Problema.
Surakarta: Henary offset