Senin, 23 Maret 2015

HAKIKAT SOSIOLINGUISTIK

A.    Definisi dan Hakikat Bahasa
Dalam buku Pengantar Sosiolinguistik Aslinda dan Syafyahya (2010: 1) mengutip pendapat Kridalaksana (1993: 21), bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Lyons (dalam Pateda dan Yenni, 1993: 4), bahwa bahasa adalah most of them hare taken the views that languages are systems of symbols, designed, as it were, for the purpose of communications. Dapat dikatakan bahwa bahasa harus bersistem, berwujud simbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi.
Sedangkan hakikat bahasa (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 2) dijelaskan, bahwa bahasa dipergunakan oleh manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Dengan demikian, bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Reching Koen (dalam Pateda dan Yenni, 1993: 5) menyatakan, bahwa hakikat bahasa bersifat (a) mengganti, (b) individual, (c) kooperatif, dan (d) sebagai alat komunikasi.
Bahasa dapat menggantikan peristiwa/kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh individu/kelompok. Dengan bahasa, seorang individu atau kelompok dapat meminta individu/kelompok lain untuk melakukan suatu pekerjaan. Kalimat yang diucapkan oleh seorang individu kepada individu lain bersifat individual. Setelah sebuah kalimat lahir dan didengar oleh individu lain, lalu individu tersebut akan melakukan pekerjaan yang diminta. Kesediaan individu dalam melakukan pekerjaan itu tentu karena adanya kerja sama antarindividu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa bersifat kooperatif. Di samping itu, bahasa juga digunakan sebagai alat komunikasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut adalah faktor sosial dan faktor situasional.
Selain empat hakikat tersebut, Chaer (1994: 33) mengatakan, bahwa hakikat bahasa itu ada 12 butir. Kedua belas butir hakikat bahasa itu adalah sebagai berikut:
1.      Bahasa adalah sebuah sistem.
2.      Bahasa berwujud lambang.
3.      Bahasa berwujud bunyi.
4.      Bahasa bersifat arbitrer.
5.      Bahasa bermakna.
6.      Bahasa bersifat konvensional.
7.      Bahasa bersifat unik.
8.      Bahasa bersifat universal.
9.      Bahasa bersifat produktif.
10.  Bahasa bersifat dinamis.
11.  Bahasa bervariasi.
12.  Bahasa adalah manusiawi.
Dari dua belas butir hakikat bahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan hal paling penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia di segala bidang kehidupan. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa juga merupakan hal paling penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung akan melestarikan dan mengiventarisasikan bahasa tersebut. Dengan mempelajari dan melakukan pengkajian terhadap bahasa, akan menghindari manusia dari kepunahan bahasa.

B.     Istilah dan Pengertian Sosiolinguistik
Istilah sosiologi bahasa atau yang kini lebih populer disebut sosiolinguistik (sejak tahun 1960), merupakan istilah yang muncul sebab banyaknya persoalan di dunia yang berhubungan dengan bahasa yang perlu diselesaikan. Sosiologi bahasa menekankan perhatian pada aspek-aspek tingkah laku manusia dan organisasi sosial bahasa yang tercermin melalui tingkah laku berbahasa dan juga sikap berbahasa. Tingkah laku berbahasa dan sikap berbahasa menyangkut pula penggunaan bahasa dalam bidang-bidang tertentu seperti politik dan pendidikan.
Secara etimologi sosiolinguistik merupakan ilmu yang menyangkut tentang sosiologi dan linguistik, karena mempunyai kaitan erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio- adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan yang dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi (Sumarsono, 2011: 1).
Aslinda dan Syafyahya (2010: 6) mengutip pendapat Chaer dan Agustin (1995:3), bahwa kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.
Appel (dalam Suwito, 1982: 2) mengatakan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.
Harimurti Kridalaksana (1974, kuliah pada penataran Leksikografi) mengatakan, sosiolinguistik yaitu cabang linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan cir-ciri sosial. Dalam buku lain Kridalaksana (1978: 94) mengutip pendapat Fishman dan mengatakan, sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasawan dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa. Criper dan H.G. Widdowson (dalam J..P.B. Allen dan S. Pit Corder Ed. 1975: 156) mengatakan, Sociolinguistics is the study of language in operational, its purpose is to investigate how the conventions of language use relate to other aspects of social behaviour (= sosiolinguistik adalah studi bahasa dalam pelaksanaannya yang bermaksud mempelajari bagaimana konvensi bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial).
G.E. Booij, J.G. Kerstens, H.J. Verkuyl (1975: 139) mengatakan, Sociolinguistiek is subdiscipline van de taalkunde, die bestudeert welke socialefactoren een rol spelen in het taalgebruik er welke rol taal speelt in het sociaal verkerr (= sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam pemakaian bahasa dan berperan dalam pergulan). Sedangkan Rene Appel, Gerard Hubers, Greus Meijer (1976: 10) mengatakan, Sociolinguistiek is de studie van taal en taalgebruik in de kontext van maatschappij en kultuur (= sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan). Nancy Parrot Hickerson (1980: 81) mengatakan, Sociolingustiec is a developing subvield of linguistics which takes speech variation as its focus, viewing variation or its social context. Sociolinguistics is concerned with the coration between such social factor and linguistic variation. Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor umur, kelamin, agama, perhatian, pekerjaan. Sosiolinguistik merupakan perpaduan (= interdisipliner) antara linguistik dan sosiologi. Dia memberikan tekanan paa hubungan antara bahasa dan pemakaiannya (Lihat: Pateda, 1987: 2-3).

C.    Perbedaan Sosiolinguistik dan Sosiologi Bahasa
Fishman (dalam Pateda, 1987: 2) beranggapan, bahwa istilah sosiolinguistik dan sosiologi bahasa merupakan dua hal yang berbeda. Sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan sosiologi bahasa bersifat kuantitatif. Artinya, sosiolinguistik mementingkan pemakainan bahasa oleh individu-individu dalam konteks sosialnya, maka sosiologi bahasa mementingkan keragaman bahasa sebagai akibat pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Istilah sosiologi bahasa sangat berkaitan dengan sosiolinguistik. Bahkan banyak orang menganggap bahwa keduanya sama. Namun jika diteliti, keduanya mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut diungkapkan oleh Fishman, pakar sosiolinguistik yang andilnya sangat besar dalam kajian sosiolinguistik.
Perbedaan sosiolinguistik dan sosiologi bahasa adalah sebagai berikut:
1.      Sosiolinguistik
a)      Kajiannya bersifat kualitatif.
b)      Penelitiannya dimasuki dari bidang linguistik.
c)      Lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya.
Contohnya: deskripsi pola-pola pemakain bahasa atau dialek tertentu yang  penutur, topik, dan latar pembicaraan.
2.      Sosiologi Bahasa
a)      Kajiannya bersifat kuantitatif.
b)      Penelitiannya dimasuki dari bidang sosiologi.
c)      Lebih berhubungan dengan faktor-faktor sosial yang saling bertimbal balik dengan bahasa atau dialek.
Contohnya: perkembangan bilingualisme, perkembangan pembakuan bahasa dan perencanaan bahasa di negara-negara berkembang.
Fishman dalam bukunya menggunakan istilah sociolinguistics pada tahun 1970. Namun, pada tahun 1072 Fishman menggunakan nama Sociology of Language. Jadi, sosiolinguistik dan sosiologi bahasa sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
D.    Posisi Sosiolinguistik dalam Studi Bahasa
Dalam buku Pengantar Sosiolinguistik (Aslinda dan Syafyahya, 2010: 3-11) menjelaskan, bahwa linguistik menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bidang kajian linguistik yang mempelajari struktur internal bahasa atau hubungan bahasa dengan struktur bahasa itu sendiri dan stuktur eksternal atau hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor di luar bahasa. Hal ini dibedakan atas linguistik mikro dan linguistik makro.
Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal bahasa. Secara internal, kajian bahasa adalah pengkajian hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa yang terdiri dari bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Linguistik makro mengarahkan kajiannya pada hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa. Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas. Oleh karena itu, cabang linguistik makro itupun menjadi sangat banyak, diantaranya sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik.
1.      Linguistik Mikro
Linguistik mikro memfokuskan kajiannya terhadap struktur intern bahasa. Artinya, kajian bahasa hanya pada struktur intern bahasa tanpa menghubungkan dengan faktor-faktor ekstern bahasa tersebut. Kajian terhadap struktur intern bahasa ini antara lain meliputi: bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi.
a.       Bidang Fonologi
Bidak kajian bahasa yang membicarakan stuktur bunyi bahasa disebut dengan fonologi. Istilah fonologi berasal dari kata phonology, yaitu gabungan kata phone dan logy. Kata phone berarti ‘bunyi bahasa, baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan’ sedangkan kata logy berarti ‘ilmu pengetahuan, metode atau pikiran’ (Homdy, 1974: 627). Dalam ilmu bahasa yang dimaksud fonologi adalah salah satu cabang ilmu bahasa umum atau (linguistik) yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa, baik bahasa masyarakat yang sudah maju/modern maupun bunyi-bunyi bahasa masyarakat yang masih bersahaja/primitif dalam segala aspeknya (Arifin, 1979: 1).
b.      Bidang Morfologi
Morfologi membicarakan struktur intern kata. Morfologi merupakan bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem (Kridalaksana, 1993:142). Dalam morfologi, dibicarakan seluk beluk morfem, bagaimana cara menentukan suatu bentuk adalah morfem atau bukan,bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata. Proses-proses yang membicarakan kata dalam morfologi disebut dengan proses morfemis/proses morfologis.
Proses morfemis berkenaan dengan proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan modifikasi (chaer, 1994: 1770). Proses-proses morfemis tersebut tidak akan dibicarakan lebih lanjut pada bab ini.
c.       Bidang sintaksis
Sintaksis membicarakan hubungan kata dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Hal ini sesuai dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri, yaitu bahasa Yunani sun (dengan) dan tattein (menempatkan). Jadi, secara etimologi sintaksis berarti menempatkan kata secara bersama-sama menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer, 1994: 206).
d.      Bidang Semantik
Semantik adalah ilmu yang membicarakan makna atau arti suatu bahasa. Semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (di samping sintaksis dan morfologi) juga makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik.
e.       Bidang Leksikologi
Dalam ilmu linguistik, istilah leksikologi berarti perbendaharaan kata. Cabang linguistik yang membicarakan leksikon disebut leksikologi. Leksikologi disebut juga dengan ilmu kosa kata yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk kata, menyelidiki kosa kata suatu bahasa, baik mengenai pemakaiannya maknanya, seperti yang dipakai oleh masyarakat bahasa yang bersangkutan, juga dipelajari mengenai bentuk dan sejarahnya (Usman, 1979:1).
2.      Linguistik Makro
Linguistik makro mengkaji hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa. Dengan kata lain, linguistik makro mengkaji hubungan bahasa dengan masyarakat pemakai bahasa dari situasi penggunaan bahasa. Khusus untuk linguistik makro, akan menitikberatkan kajian pada subkategori sosiolinguistik.
a.       Sosiolinguistik
Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di dalam masyarakat (Chaer dan Agustin, 1995: 3). Sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.
Di dalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu, bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan nonlinguistik.
Faktor linguistik yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping itu, faktor nonlinguistik yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang memengaruhi bahasa dan prmakaiannya terdiri dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, dan lain-lain, sedangkan faktor situasional yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari siapa yang berbicara, dengan siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, dimana, dan masalah apa (Fishman dalam Suwito, 1982: 3).
b.      Masalah-masalah Sosiolinguistik
Masalah dalam sosiolinguistik maksudnya adalah hal-hal yang merupakan topik-topik yang dibahas/dikaji dalam sosiolinguistik. Dalam konferensi sosiolinguistik pertama di Universitas of California, dirumuskan tujuh masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik. Ketujuh masalah tersebut adalah (Chaer dan Agustina, 1995: 7)
1)      Identitas sosial penutur;
2)      Identitas sosial dari pendengar yang terlibat;
3)      Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur;
4)      Analisis sinkronik dan diakronik dai dialek-dialek sosial;
5)      Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran;
6)      Tingkatan variasi dnaragam linguistik;
7)      Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Di samping tujuh masalah sosiolinguistik tersebut, ada masalah lain yang intinya hampir sama dengan masalah tersebut. Adapun masalah/topik-topik dalam sosiolinguistik tersebut dibicarakan oleh Nababan (1991: 4), yaitu:
1)      Bahasa, dialek, idiolek, dan ragam bahasa;
2)      Repertoir bahasa;
3)      Masyarakat bahasa;
4)      Kedwibahasaan dan kegandaan;
5)      Fungsi masyarakat bahasa dan profil sosiolinguistik;
6)      Penggunaan bahasa/etnografi berbahasa;
7)      Sikap bahasa;
8)      Perencanaan bahasa;
9)      Interaksi sosiolingusitik;
10)  Bahasa dan kebudayaan.
Berikut ini akan dikenalkan secara singkat tiap-tiap topik tersebut.
·         Bahasa, dialek, dan idiolek
Perbedaan ketiga istilah ini terdapat pada definisi masing-masing. Jika yang dibicarakan bahasa seseorang atau ciri khas yang dimiliki oleh seseorang individu dalam menggunakan bahasa disebut idiolek. Idiolek seorang individu akan berbeda-beda dengan idiolek individu lain. Jika, idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu kumpulan kategori disebut dialek. Jadi, dialek itu merupakan ciri khas sekelompok individu/masyarakat dalam menggunakan bahasa.
Dialek ini juga dibedakan atas dua bagia, yaitu dialek geografi dan dialek sosial. Dialek geografi adalah persamaan bahasa yang disebabkan oleh letak geografi yang berdekatan sehingga memungkinkan komunikasi yang sering di antara penutur-penutur idiolek itu. Dialek sosial adalah persamaan yang disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu penutur-penutur idiolek itu termasuk dalam satu glongan masyarakat yang sama.
Dalam kerangka ini, bahasa termasuk dalam kategori kebahasaan yang tediri dari dialek tiap-tiap penuturnya saling mengerti/Mutual Inteligibility dan dianggap oleh penuturnya sebagai suatu kelompok kebahasaan yang sama. Dengan kata lain, bahasa terdiri dari dialek yang dimiliki oleh sekelompok penutur tertentu yang sewaktu berkomunikasi satu sama lain dapat saling mengerti.
·         Verbal Repertoire
Istilah verbal repertoire diartikan sebagai kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh penutur. Artinya, penutur mampu berkomunikasi dalam berbagai ragam bahasa kepada pihak lainalam berbagai ujaran, maka akan semakin luaslah verbal repertoire yang dimiliki oleh penutur (Alwasilah, 1985: 68).

·         Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama Bloomfield (dalam Nababan, 1991: 5). Pengertian masyarakat bahasa menurut Bloomfiled oleh para ahli sosiolinguistik dianggap terlalu sempit karena setiap orang menguasai dan menggunakan lebih dari satu bahasa.
Corder (dalam Alwasilah, 1985: 41) mengatakan, bahwa masyarakata bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Apabila dilihat dari dua konsep ahli tersebut dapat dikatakan, bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dana sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengertian.
·         Kedwibahasaan/kegandaan
Kedwibahasaan artinya kemampuan/kebiasaan yang dimilik oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan mempergunakan dua bahasa/bilingualiatas dan kebiiasaan memakai dua bahasa/ bilingualism. Dalam bilingualitas, dibicarakan tingkat penguasaan bahasa dan jenis keterampilan yang dikuasai, sedangkan dalam bilingualism dibicarakan pola-pola penggunaan kedua bahasa yang bersangkutan, seringnya dipergunakan setiap bahasa, dan dalam lingkungan bahasa yang bagaimana bahasa-bahasa itu dipergunakan.
Di samping bilingualitas dan bilingualism, dalam kedwibahasaan juga dibicarakan masalah alih kode (code switching), campur kode (kode mixing), interferensi dan integrasi. Perbedaan antara keempat hal tersebut akan dibicarakan lebih lanjut pada bab berikutnya.
·         Fungsi kemasyarakatan dan kedudukan kemasyarakatan bahasa adalah suatu topik yang pokok dalam pembahasan sosiolinguistik
Bahasa adalah suatu topik yang pokok dalam pembahasan sosiolinguistik. Bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam pergaulan di antara sesama anggota sesuai dengan kelompok/suku bangsa. Sebagai contoh, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa persatuan antarsuku bangsa. Begitu pula dengan bahasa Minangkabau dapat menjadi bahasa daerah, bahasa pengantar di tingkat sekolah dasar kelas satu dan dua, bahasa resmi dalam acara adat-istiadat, dan lainnya.
·         Penggunaan bahasa/etnografi berbahasa
Dalam penggunaan bahasa, penutur harus memerhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam tindak berbahasa dan kaitannya dengan, atau pengaruhnya terhadap bentuk dan pemilihan ragam bahasa. Dell Hymes, 1979 (dalam Nababan, 1991: 7) mengatakan, bahwa dalam penggunaan bahasa ada delapan unsur yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa. Kedelapan unsur tersebut disingkat dengan akronim, SPEAKING (setting, participant, ends, act sequences, key, instrumentalities, norm, dan genre). Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai SPEAKING.
(1)   Setting dan Scene
Setting dan Scene berhubungan dengan latar atau tempat peristiwa tutur terjadi. Tempat peristiwa tutur berkaitan dengan where dan when (waktu bicara dan suasana, kapan dan suasana yang tepat untuk menggunakan tuturan).
(2)   Participant
Participant adalah alat penafsir yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa (penutur, mitra tutur, dan pendengar).
(3)   End
Komponen tutur end mengacu pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas berbiacara.
(4)   Act Sequence
Komponen tutur art squence berhubungan dengan bentuk dan isi suatu tuturan.
(5)   Key
Komponen tutur key berhubungan dengan manner, nada suara, sikap atau cara berbicara.
(6)   Instrumentalis
Instrumentalis berhubungan dengan channel/saluran dan bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan.
(7)   Norm
Komponen tutur Norm berhubungan dengan kaidah-kaidah tingkah laku dalam interaksi dan interpretasi komunikasi. Norm interaksi dicerminkan oleh tingkat sosial atau hubungan sosial yang umum dalam sekelompok masyarakat.


(8)   Genre
Genre merupakan kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang digunakan.
·         Sikap bahasa
Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada hakikatnya, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur.
·         Perencanaan bahasa
Perencanaan bahasa berhubungan dengan proses pengembangan bahasa, pembinaan bahasa, dan politik bahasa. Perencanaan bahasa disusun setelah dan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh kebijaksanaan bahasa. Perencaan bahasa harus meliputi dua aspek pokok, yaitu pokok yang berhubungan dengan materi bahasa atau korpusvatau kode (Suwito, 1982: 66).
·         Interaksi sosiolingustik
Dalam interaksi sosiolinguistik, dibicarakan tentang kemampuan komunikatif penutur. Di samping itu, dibicarakan juga makna yang sebenarnya dari unsur-unsur kebahasaan karena satu kata/bahasa dapat memiliki makna ganda. Artinya, makna satu kata/bahasa bergantung pula pada konteks pemakaiannya. Contohnya, dalam bahasa Minangkabau, kata banak memiliki makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
1.      Jika kata banak diucapkan oleh seorang  pelanggan masuk rumah makan Minangkabau dengan ujaran, Lai banak Pak artinya ‘Ada gulai otak Pak?’.
2.      Jika kata banak diucapkan oleh seorang ibu memarahi anaknya; Lai banak ang ndak? Artinya, ‘Kamu punya otak apa tidak?.
·         Bahasa dan budaya
Dalam sub topik ini, dibicarakan hubungan antara bahasa sebagai unsur budaya dan kebudayaan umum. Bahasa sangat memengaruhi oleh kebudayaan, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.
Bahasa merupakan suatu sistem vokal simbol yang bebas yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi. Bahasa dapat dikaji dari dua aspek, yaitu hakekat dan fungsinya (Nababan, 1991: 46). Menurut Nababan secara garis besarnya hakekat bahasa membicarakan sistem suatu unsur bahasa, sedangkan bahasa yang paling mendasar ialah untuk komunikasi. Dengan berkomunikasi akan terjadi suatu sistem sosial atau masyarakat, tanpa komunikasi tidak ada masyarakat. Masyarakat atau sistem sosial manusia berdasarkan dan bergantung pada komunikasi kebahasaan, tanpa bahasa tidak ada sistem kemasyarakatan manusia dan akan lenyaplah kemanusiaan.
Berbicara masalah masyarakat, tidak terlepas dari masalah kebudayaan. Kebudayaan memiliki berbagai definisi bergantung pada sudut pandang pembuat definisi itu sendiri. Kroeber dan Kluckhohn (dalam Nababan, 1991: 49) mengumpulkan definisi kebudayaan dari beberapa ahli antropologi dan membaginya atas enam golongan, yaitu:
1.      Deskriptif (yang menekankan unsur-unsur kebudayaan);
2.      Historis (yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan);
3.      Normatif (yang menekankan hakikat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku);
4.      Psikologis (yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri pada lingkungan);
5.      Struktural (yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan teratur); serta
6.      Genetis (yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia).

Di sisi lain, Ohoiuwutun (2002: 77) mengatakan kebudayaan itu mencakup seluruh perbuatan manusia. Bahasa dan kebudayaan selalu terealisasi secara tumpang tindih. Pengaruh timbal balik antara bahasa dan kebudayaan dapat dilihat dalam belajar bahasa kedua atau bahasa asing. Pola-pola komunikasinya yang dipengaruhi oleh kebudayaan jelas dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungan–kecenderungan berbahasa (Ohoiwutun, 2002: 79). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan eratnya hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Melalui bahasa seorang atau masyarakat kita dapat mengetahui kebudayaan orang atau masyarakat tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa
Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary offset